Ekosistem Padang Lamun (Seagrass)



Deskripsi Bioekologis
lamunLamun (seagrass) meru­pakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air, beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas.
Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu  hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Lamun umumnya mem­bentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi per­tumbuhan­nya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-zat hara dan oksigen, serta meng­angkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang lamun.
habitat ilustrasi
Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat lumpur-berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem).Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang.
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1) Hydrocharitaceae, dan (2) Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut (Gambar 17), seperti ikan, krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Archaster sp., Linckia sp.), dan cacing Polikaeta.
jenis lamun ilustrasi
Klasifikasi
Klasifikasi menurut den Hartog (1970) dan Menez, Phillips, dan Calumpong (1983) :
Divisi                      :  Anthophyta
Kelas                      :  Angiospermae
Famili                     :  Potamogetonacea
Subfamili              :  Zosteroideae
Genus                     : Zostera ,  Phyllospadix, Heterozostera
Subfamili              :  Posidonioideae
Genus                     :  Posidonia
Subfamili              :  Cymodoceoideae
Genus                     :   Halodule,  Cymodoceae,  Syringodium,  Amphibolis, Thalassodendron
Famili                     :  Hydrocharitaceae
Subfamili              :  Hydrocharitaceae
Genus                     :  Enhalus
Subfamili              :  Thalassioideae
Genus                     :  Thalassia
Subfamili              :  Halophiloideae
Genus                     :  Halophila
jenis lamun ilustrasi 2
Fungsi Padang Lamunfungsi lamun
Secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu :
  • Produsen detritus dan zat hara.
  • Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang.
  • Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut,  terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini.
  • Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari.
Pemanfaatan Padang Lamun
Padang lamun dapat dimanfaatkan sebagai berikut :
  • Tempat kegiatan mari­kultur berbagai jenis ikan, kerang-kerangan dan tiram.
  •  Tempat rekreasi atau pariwisata.
  •  Sumber pupuk hijau.
 Ciri-ciri Ekologis              
Menurut Den Hartog, 1977, Lamun mempunyai beberapa sifat yang menjadikannya mampu bertahan hidup di laut yaitu :
  1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir
  2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran terumbu karang
  3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung
  4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan
  5. Mampu melakukan proses metabolisme termasuk daur generatif secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air
  6. Mampu hidup di media air asin
  7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik
Karakter Sistem Vegetatif
bagian lamun
Berdasarkan karakter bentuk pertumbuhan, sistem percabangan, dan struktur anatomik, lamun dapat dikelompokkan menjadi 6 kategori (den Hartog, 1967) yaitu:
Herba;percabangan monopodial, Daun panjang atau berbentuk ikat pinggang; punya saluran udara


Parvozosterid, daun panjang dan sempit: Halodule dan Zostera subgenus Zosterella
  1. Magnozosterid, daun panjang tapi tidak lebar : Zostera subgenus Zostera, Cymodacea dan Thalassia
  2. Syringodiid, daun bulat seperti lidi dengan ujung runcing (subulate) : Syringodium
  3. Enhalid, daun panjang dan kaku seperti kulit atau berbentuk ikat pinggang yang kasar : Enhalus, Posidonia, Phyllospadix.
Daun berb entuk elips, bulat telur, berbentuk tombak atau panjang, rapuh dan tanpa saluran udara
  1. Halophilid : Halophila
Berkayu; percabangan simpodial, daun tumbuh teratur pada kiri dan kanan.
  1. Amphibolid: Amphibolis, Thalassodendron dan Heterostera. 
Bentuk vegetatif lamun memperlihatkan karakter tingkat keseragaman yang tinggi. Hampir semua genera memiliki rhizoma yang sudah berkembang dengan baik dan bentuk daun yang memanjang (linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat pinggang (belt), kecuali jenis Halophila memiliki bentuk lonjong.
Berbagai bentuk pertumbuhan tersebut mempunyai kaitan dengan perbedaan ekologik lamun (den Hartog, 1977). Misalnya Parvozosterid dan Halophilid dapat dijumpai pada hampir semua habitat, mulai dari pasir yang kasar sampai limpur yang lunak, mulai dari daerah dangkal sampai dalam, mulai dari laut terbuka sampai estuari. Magnosterid dapat dijumpai pada berbagai substrat, tatapi terbatas pada daerah sublitoral sampai batas rata-rata daerah surut perbani.
Struktur Vegetasi
Struktur vegetasi lamun dapat dijelaskan sebagai berikut :
  • Terdapat 15 spesies yang ditemukan di Indonesia, dari 52 spesies di seluruh dunia
  • Termasuk ke dalam dua famili :  Hydrocharitaceae dan Potamogetonaceae
  • Spesies yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, a.l.:  Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, H.uninervis, Cymodacea serrulata, Thallassodendron ciliatum
  • Komunitas tunggal umum dijumpai di dataran lumpur dekat hutan mangrove
  • Komunitas campuran sering dijumpai tumbuh di substrat berpasir yang kondisi perairannya tenang
FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN
                Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap distribusi dan kestabilan ekosistem padang lamun
adalah :
  1. Kecerahan           
  2. Temperatur
  3. Salinitas
  4. Substrat
  5. Kecepatan arus
  • Kecerahan
Penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat mempengaruhi proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan lamun. Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk proses fotosintesa tersebut dan  jika suatu perairan mendapat pengaruh akibat aktivitas pembangunan sehingga meningkatkan sedimentasi pada badan air yang akhirnya mempengaruhi turbiditas maka akan berdampak buruk terhadap proses fotosintesis. Kondisi ini secara luas akan mengganggu produktivitas primer ekosistem lamun.
  • Temperatur
Secara umum ekosistem padang lamun ditemukan secara luas di daerah bersuhu dingin dan di tropis. Hal ini mengindikasikan bahwa lamun memiliki toleransi yang luas terhadap perubahan temparatur. Kondisi ini tidak selamanya benar jika kita hanya memfokuskan terhadap lamun di daerah tropis karena kisaran lamun dapat tumbuh optimal hanya pada temperatur 28-300C. Hal ini berkaitan dengan kemampuan proses fotosintesis yang akan menurun jika temperatur berada di luar kisaran tersebut.
  • Salinitas
Kisaran salinitas yang dapat ditolerir lamun adalah 10-40‰ dan nilai optimumnya adalah 35‰. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan lamun untuk melakukan fotosintesis. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi juga terhadap  jenis dan umur. Lamun yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar. Salinitas juga berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas.
  • Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai karang. Kebutuhan substrat yang utama bagi pengembangan padang lamun adalah kedalaman sedimen yang cukup. Peranan kedalaman substrat dalam stabilitas sedimen mencakup 2 hal yaitu : pelindung tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan dan pemasok nutrien.
  • Kecepatan arus
Produktivitas padang lamun dipengaruhi oleh kecepatan arus.












Ekosistem Mangrove
Posted on July 31, 2009
Deskripsi dan Zonasi
ekofisio 2Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang-surut yang kuat. Karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung.
Penyebaran hutan mangrove ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan, salah satu diantaranya adalah salinitas. Berdasarkan salinitas kita mengenal zonasi  hutan mangro­ve sebagai berikut  (De Haan dalam Russell & Yonge, 1968):
ekofisio 1
(A) Zona air payau hingga air laut dengan salinitas      pada waktu terendam air pasang berkisar antara      10 – 30 0/00 :
  •  (A1) Area yang terendam sekali atau dua kali sehari selama 20 hari dalam sebulan: hanya Rhizophora mucronata yang masih dapat tumbuh.
  •  (A2) Area yang terendam 10 – 19 kali per bulan: ditemukan Avicennia (A. alba, A. marina), Sonneratia griffithii dan dominan Rhizophora sp.
  •  (A3) Area yang terendam kurang dari sembilan kali setiap bulan: ditemukan Rhizophora sp., Bruguiera sp.
  •  (A4) Area yang terendam hanya beberapa hari dalam setahun: Bruguiera gymnorhiza dominan, dan Rhizophora apiculata masih dapat hidup.
 (B) Zona air tawar hingga air payau, dimana salinitas berkisar antara 0 – 10 0/00 :
  • (B1) Area yang kurang lebih masih dibawah pengaruh pasang surut: asosiasi Nypa.
  • (B2) Area yang terendam secara musiman: Hibiscus dominan.
ekofisio 5
 Salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia adalah sebagai berikut :
  1. Daerah yang paling dekat dengan laut sering ditumbuhi Avicennia dan Sonneratia. Sonneratia biasa tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
  2.  Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera dan Xylocarpus.
  3.  Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp. Selanjutnya terdapat zona transisi antara hutan mangrove dan hutan dataran rendah yang biasanya ditumbuhi oleh nipah (Nypa fruticans), dan pandan laut (Pandanus spp.).
Macnae (1966), distribusi mangrove dan zonasinya merupakan interaksi antara :
  • Frekuensi pasang surut
  • Salinitas air tanah
  • kandungan air tanah
Chapman (1976) : faktor yang paling penting adalah jumlah hari tanpa penggenangan pasut , Jonstone and Frodin (1982) menganalisis lebih jauh bahwa zonasi dan penggenangan tergantung dari :
  • Penggenangan dan ketinggian kolom air
  • Gelombang
  • Drainase
  • Salinitas/pengaruh air tawar
  • Substrat
  • Interaksi Biota dan biotik
Zonasi
Watson (1928)      : mempelajari mangrove di Malaysia dan membagi komunitas mangrove di Malaysia Barat menjadi 5 kelas berdasarkan frekuensi penggenangan.
De Hann (1931)    : salinitas merupakan faktor utama dalam mengontrol distribusi dan penggenangan pasut merupakan faktor sekunder.
Skema zonasi De Hann
Zona Payau sampai asin dengan salinitas pada saat pasang berkisar antara 10-30‰
  1. 1 atau 2 kali sehari selama 20 hari/bln
  2. 10-19 kali per bln
  3. 9 kali atau kurang per bln
  4. hanya beberapa hari per tahun
Tawar sampai Payau dengan salinitas antara 0-10‰
  • Yang masih dipengaruhi pasut
  • penggenangan musiman
Struktur Vegetasi dan Daur Hidup
Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga: Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus.    
Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis herba, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas. Namun demikian ha­nya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove . Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Aviceniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus).
ekofisio 3Jenis mangrove tertentu, seperti Bakau (Rhizophora sp.) dan Tancang (Bruguiera sp.) memiliki daur hidup yang khusus, diawali dari benih yang ketika masih pada tumbuhan induk berkecambah dan mulai tumbuh di dalam semaian tanpa istirahat. Selama waktu ini, semaian memanjang dan distribusi beratnya berubah, sehingga menjadi lebih berat pada bagian terluar dan akhirnya lepas. Selanjutnya semaian ini jatuh dari pohon induk, masuk ke perairan dan mengapung di permukaan air.
Semaian ini kemudian terbawa oleh aliran air ke perairan pantai yang cukup dangkal, di mana ujung akarnya dapat mencapai dasar perairan, untuk selanjutnya akarnya dipancangkan dan secara bertahap tumbuh menjadi pohon.
Pembungaan dan polinasi
Pembungaan dimulai pada umur 3-4 tahun dan dipengaruhi oleh alam bukan ukuran, Polinasi terjadi melalui kerjasama angin, serangga, dan burung
Produksi Propagule; Pembuahan terjadi hanya 0-7,2% dari bunga yang dihasilkan
Vivipary dan Cryptovivipary
Vivipary : Embrio keluar dari pericarp dan tumbuh diantara pohon atau tidak berkecambah selama masih berada pada induknya (Bruguiera, Ceriops, Rhizophora, Kandelia, Nypa)
Cryptovivipary : Embrio berkembang melalui buah tidak keluar dari pericarp (Aegialitis, Acanthus, Avicennia, Laguncularia)
Penyebaran Propagule
Propagule tersebar melalui burung, arus, pasang surut. Kerusakan propagule diakibatkan oleh substrat yang tidak sesuai, penenggelaman oleh organisme, pelukaan oleh organisme atau gelombang, salinitas tanah tinggi.
Adaptasi Pohon Mangrove
Hutan mangrove yang umumnya didominasi oleh pohon mangrove dari empat genera (Rhizophora, Avicennia, Sonne­ratia dan Bruguiera), memiliki kemampuan adaptasi yang khas untuk dapat hidup dan berkembang pada substrat berlumpur yang sering bersifat asam dan anoksik. Kemampuan adaptasi ini meliputi:
Adaptasi Terhadap Kadar Oksigen Rendah                                                                                                                                                          
Pohon mangrove memiliki sistem perakaran yang khas bertipe cakar ayam, penyangga, papan dan lutut. Sistem perakaran cakar ayam yang menyebar luas di permukaan substrat, memiliki sederet cabang akar berbentuk pinsil yang tumbuh tegak lurus ke permukaan substrat. Cabang akar ini disebut pneumatofora dan berfungsi untuk mengambil oksigen (Avicennia spp., Xylocarpus spp., Sonneratia spp.). Sistem perakaran penyangga berbeda dengan sistem perakaran cakar ayam, dimana akar-akar penyangga tumbuh dari batang pohon menembus permukaan substrat.  Pada akar penyangga ini tidak ditemukan  pneumatofora seperti pada akar cakar ayam (Rhizophora spp) dan akar lutut (Bruguiera spp.), tapi mempunyai lobang-lobang kecil yang disebut lentisel yang juga berfungsi untuk melewatkan udara (mendapatkan oksigen).
Adaptasi Terhadap Kadar Garam Tinggi
Berdaun tebal dan kuat yang mengandung kelenjar-kelenjar garam untuk dapat menyekresi garam. Mempunyai jaringan internal penyimpan air untuk mengatur keseimbangan garam. Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
Mangrove yang dapat mensekresi garam (salt-secretors). 
  • Jenis mangrove ini memiliki salt glands di daun yang memungkinkan untuk mensekresi cairan Na+ dan Cl-  
  • contoh : Aegiceras, Aegialitis, Avicennia, Sonneratia, Acanthus, Laguncularia.
Mangrove yang tidak dapat mensekresi garam (salt-excluders).
  • Mangrove jenis ini memiliki ultra filter di akarnya sehingga air dapat diserap dan garam dapat dicegah masuk ke dalam jaringan
  • contoh : Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis, Acrostichum, Lumnitzera, Hibiscus, Eugenia.
Mangrove yang dapat mengakumulasi garam di dalam jaringan tubuhnya (accumulators)
  • contoh : Xylocarpus, Excoecaria, Osbornia, Ceriops, Bruguiera.
Conserving Desalinated Water
Xeromorphic :  Kutikel tebal di atas daun, rambut2, wax coating, sunken stomata, distribusi dari cutinized dan sclerenchymatous cell di daun, succulence (tempat penyimpanan air di jaringan daun) merupakan respons terhadap keberadaan Cl-
Transpiration : transpirasi rate rendah jika dibandingkan dengan non saline plant
Kadar garam tinggi (halofit)
  1. akarnya dapat menyaring NaCl dari air
  2. sel khusus dalam daun untuk menyimpan garam
  3. sukulentis, daun tebal dan kuat (banyak air) untuk keseimbangan garam
  4. struktur stomata khusus pada daun untuk mengurangi penguapan
Adaptasi Terhadap Tanah yang Kurang Stabil dan Adanya Pasang Surutekofisio 4
  • Mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar. Disamping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.  Tanah kurang stabil dan adanya pasut
  • struktur akar ekstensif dan jaringan horizontal yang lebar untuk memperkokoh pohon, mengambil unsur hara, menahan sedimen
Adaptasi Respon Terhadap Cahaya
Cahaya dan Bentuk
Kondisi tampilan xeromorphic diakibatkan oleh respon terhadap intensitas cahaya yang tinggi
Fotosintesis
Daun cahaya memiliki kecepatan fotosintesis lebih cepat dibandingkan daun naungan
Cahaya dan Faktor-faktor Fisik Lain
  • Spesies toleran naungan          : Aegiceras, Ceriops, Bruguiera, Osbornia, Xylocarpus, Excoecaria
  • Spesies intoleran naungan        : Acrostichum, Acanthus, Aegialitis, Rhizophora, Lumnitzera, Sonneratia
  • Avicennia anakan intoleran naungan  : Avicennia pohon toleran naungan
Fauna Hutan Mangrove
Komunitas fauna hutan mangrove membentuk percampuran antara 2 (dua) kelompok:ekofisio 6
  1. Kelompok fauna daratan/terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas: insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok ini tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya di luar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada saat air surut.
  2.  Kelompok fauna perairan/akuatik, terdiri atas dua tipe, yaitu: (a) yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan, dan udang; (b) yang menempati substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak (lumpur), terutama kepiting, kerang, dan berbagai jenis invertebrata lainnya.
Fungsi Ekologis Hutan Mangrove
Sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis penting :
  • Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pe­lindung pantai dari abrasi, pe­nahan lumpur dan perangkap se­dimen yang di­angkut oleh aliran air permukaan.
  • Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi para pemakan detritus, dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan.
  • Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan (ikan, udang dan kerang-kerangan) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai.
 ekofisio 7
Pemanfaatan Hutan Mangrove
Hutan mangrove di­man­faat­kan terutama sebagai penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku untuk membuat arang, dan juga untuk dibuat pulp. Di samping itu ekosistem mangrove dimanfaatkan sebagai pemasok larva ikan dan udang alam.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

KERANGKA DASAR AJARAN ISLAM

MENGENAL PERADABAN ORANG MUNA (Upaya Pelurusan Sejarah)